Alunk Estohank
mpusastra.blogspot.co.id
Cinta merupakan
sebuah persoalan yang tak pernah bosan untuk kita bicarakan. Cinta merupakan
alasan kenapa Adam dan Hawa diturunkan ke dunia, dan kenapa Qais harus menjadi
gila.
Cinta adalah suatu hal yang sangat sulit untuk kita
definisikan bahkan kamus besar bahasa Indonesia pun (KBBI) tidak sanggup
mendefinisikan kata cinta hingga membuat kita puas akan arti cinta yang
sesungguhnya. Jika kita memakai perspektif anak muda, cinta itu bukan untuk
didefinisikan tapi untuk dirasakan. Berangkat dari perspektif tersebut maka
anak-anak muda saat ini berlomba-lomba ingin merasakan manisnya cinta. Dari itu
tidak salah kiranya apa yang dilantunkan Raza Lawang Sewu dalam lagunya (cinta
anak kampung) “kalau cinta sudah melekat, gula jawa rasa coklat”.
Sebenarnya persoalan cinta sudah digelisahkan Sappho pada
abad ke-6 SM. Sappho adalah salah satu filsuf wanita paling awal yang
menuliskan persoalan-persoalan cinta kedalam karya sastra. Sappho beranggapan
kalau cinta, apapun bentuknya, erotis atau kasih sayang orang tua, ia anggap
sebagai jalan menuju kebenaran. Kebenaran tentang manusia dan kebenaran tentang
dunia.
Setidaknya Sappho mengekspresikan pemikirannya kedalam
300 buah puisi, dan hampir kesemuanya berbicara soal gairah dan cinta. Maka
tidak jarang dia dihujat oleh para laki-laki dan perempuan yang menganggap
puisi-puisinya tidak pantas dan tidak bermoral. Padahal Sappho hanya ingin
menyatakan bahwa gairah dan cinta adalah bagian dari kehidupan manusia.
Memasuki abad pertengahan persoalan cinta semakin
kompleks untuk dibicarakan sebab pada masa itu kata cinta hanya terfokus pada
dua kutub saja yaitu “Agama dan Tuhan”. betapa tidak marilah lihat kisah cinta
Heloise dan Abelard yang menjadi saksi betapa agama dapat menyebabkan sebuah
tragedi kemanusiaan.
Kisah cinta Abelard kepada Heloise bermula ketika
keduanya berada dalam satu ruang edukasi, yaitu ketika Abelard menjadi guru
privat Heloise. Dari ruang itulah benih-benih cinta mulai tumbuh, hingga pada
akhirnya mereka lupa kalau pada saat itu cinta mereka telah begitu jauh
bergerak hingga memasuki ruang-ruang hampa, di mana hanya manusia-manusia
pilihanlah yang dapat memasukinya. Begitulah cinta, yang membuat manusia lupa
akan siapa dirinya.
Hanya karena cinta Abelard lupa kalau dirinya adalah guru
katedral, di mana aturan yang berlaku di greja melarang keras bahkan
mengharamkan seorang guru katedral menikah apalagi kawin (merre). Abelard lupa akan hal itu sehingga pada suatu ketika
Heloise hamil dan harus pergi meninggalkan Abelard karena tidak ingin menggangu
konsentrasinya dalam belajar filsafat. Namun Abelard bersikukuh ingin
bertanggung jawab akan apa yang telah diperbuatnya, tapi keinginan tersebut
sia-sia karena Heloise tidak mau menikah dengan alasan yang sama yaitu tidak
ingin mengganggu konsentrasinya dalam belajar filsafat.
Cinta membuat Abelard putus asa dan memilih hidup di
dalam biara. Dari dalam biara itu dia menuliskan kisah cintanya dan
menghasilkan karya yang luar biasa yaitu “Historia
calamitatum” karya yang membuat dirinya terkenal dan dikenang oleh
dunia khususnya bagi para pecinta. Bagaimana dengan Heloise, apakah setelah dia
melahirkan dia hidup tentram dengan hasil percintaannya denga Abelard? Ternyata
tidak, meskipun telah merasakan manisnya cinta, Heloise tetap berduka. Karena
cinta bukan untuk dirasakan, didefinisikan dan diartikan, tapi cinta untuk
dirinya sendiri. Manusia tidak bisa berbuat apa-apa, hatilah yang bisa
menggeggamnya.
Lalau bagaimana dengan cinta di abad ini, apakah cinta
memang demikian sakralnya hingga membuat sang pecinta harus mengorbankan
segalanya hanya demi cinta, apakah cinta memang tidak bisa diajak kompromi,
lalu kenapa kita harus jatuh cinta kalau harus ada luka di antara kita?
Di abad ini, masalah cinta sudah dianggap biasa dan tidak
sakral lagi, sebab anak-anak muda sekarang bercinta tak ubahnya hewan di kebun
binatang, mereka mengamalkan ajaran “kalau cinta bukan untuk di definisikan
tapi untuk dirasakan”. Begitulah kebanyakan anak muda saat ini, tapi tidak dengan
Muhammad Ali Fakih, pemuda kelahiran Madura 08 Maret 1988 ini saya kira sebagai
Abelard sekaligus Qais di Abad ini. Betapa tidak, kisah cintanya denga seorang
gadis keturunan Teonghoa harus membentur tembok yang sangat kuat sekali bahkan
saya kira lebih kuat dari tembok Cina. Kenapa demikian? Sebab Muhammad Ali
Fakih yang dari namanya saja bisa ditebak kalau dia beragama islam karena di
awali dengan Muhammad dan dilanjutkan oleh Ali Sahabatnya, sedangkan kekasihnya
bernama Faustina Hanna yang dari namanya juga kita sudah tahu kalau dia
beragama Kristen karena sudah diawali dengan kata Faus di awal namanya.
Namun cinta tak mengenal rintangan, begitulah dia sering
mengatakan ketika sesekali aku menanyakan tentang kisah cintanya yang kira-kira
sudah berjalan tiga tahunan ini. Perbedaan agama serta garis keturunan yang
berbeda membuat cinta mereka berdua harus berhadapan dengan badai yang sangat
besar, di mana agama Islam sudah sangat jelas melarang ummatnya untuk menikah
beda agama begitu juga dengan Kristen. Namun cinta tak mengenal rintangan,
telah membuat mereka mabuk, hingga meski berkali-kali mereka jatuh tapi bangun
lagi, jatuh bangun lagi. Cinta Fakih dan Hana telah mencapai ketakterbatasan
akal anak muda pada biasanya, dia sanggup mendaki puncak tertinggi hanya demi
sebuah cinta, ya cinta yang telah di hancurkan oleh anak muda sekarang.
Fakih berjanji, jika sautu saat Hana mendapat karomah,
waktu itu juga dia akan pergi ke Jakarta untuk melamarnya, begitu juga dengan
Hana jika suatu saat Fakih diberkati Yesus, saat itu pula dia akan menjemputnya
ke Yogyakarta untuk melangsungkan pernikahan. Tapi sampai kapan mereka akan
menunggu pencerahan dan jalan terang pelaminan, jika agama menjadi tembok
pembatas cinta mereka! Sampai cinta tahu kalau agama dan keturunan bukanlah
alasan bagi kita untuk tidak saling mencintai. Begitulah Fakih selalu
menyebutnya.
Cinta memang selalu membuat manusia menjadi apapun,
kadang gila, kadang agamis, kadang romantis, dan yang sering terjadi adalah
bisa membuat manusia menjadi puitis hanya gara-gara cinta. Dari Sappho,
Abelard, Qais, Kahlil Gibran sampai Muhammad Ali Fakih. Telah berapa ribu puisi
cinta lahir dari tangan mereka, semua karena
cinta.
__________________
Keterangan: kisah
Abelard dan Helois dikutip dari makalah Gadis Arivia yang berjudul: Filsafat,
Hasrat, Seks dan Simone de Beauvoir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar