Jumat, 08 Desember 2017

Cinta dan Kemabukan-Kemabukan

Alunk Estohank
mpusastra.blogspot.co.id

Cinta merupakan sebuah persoalan yang tak pernah bosan untuk kita bicarakan. Cinta merupakan alasan kenapa Adam dan Hawa diturunkan ke dunia, dan kenapa Qais harus menjadi gila.

Cinta adalah suatu hal yang sangat sulit untuk kita definisikan bahkan kamus besar bahasa Indonesia pun (KBBI) tidak sanggup mendefinisikan kata cinta hingga membuat kita puas akan arti cinta yang sesungguhnya. Jika kita memakai perspektif anak muda, cinta itu bukan untuk didefinisikan tapi untuk dirasakan. Berangkat dari perspektif tersebut maka anak-anak muda saat ini berlomba-lomba ingin merasakan manisnya cinta. Dari itu tidak salah kiranya apa yang dilantunkan Raza Lawang Sewu dalam lagunya (cinta anak kampung) “kalau cinta sudah melekat, gula jawa rasa coklat”.

Sebenarnya persoalan cinta sudah digelisahkan Sappho pada abad ke-6 SM. Sappho adalah salah satu filsuf wanita paling awal yang menuliskan persoalan-persoalan cinta kedalam karya sastra. Sappho beranggapan kalau cinta, apapun bentuknya, erotis atau kasih sayang orang tua, ia anggap sebagai jalan menuju kebenaran. Kebenaran tentang manusia dan kebenaran tentang dunia.

Setidaknya Sappho mengekspresikan pemikirannya kedalam 300 buah puisi, dan hampir kesemuanya berbicara soal gairah dan cinta. Maka tidak jarang dia dihujat oleh para laki-laki dan perempuan yang menganggap puisi-puisinya tidak pantas dan tidak bermoral. Padahal Sappho hanya ingin menyatakan bahwa gairah dan cinta adalah bagian dari kehidupan manusia.

Memasuki abad pertengahan persoalan cinta semakin kompleks untuk dibicarakan sebab pada masa itu kata cinta hanya terfokus pada dua kutub saja yaitu “Agama dan Tuhan”. betapa tidak marilah lihat kisah cinta Heloise dan Abelard yang menjadi saksi betapa agama dapat menyebabkan sebuah tragedi kemanusiaan.

Kisah cinta Abelard kepada Heloise bermula ketika keduanya berada dalam satu ruang edukasi, yaitu ketika Abelard menjadi guru privat Heloise. Dari ruang itulah benih-benih cinta mulai tumbuh, hingga pada akhirnya mereka lupa kalau pada saat itu cinta mereka telah begitu jauh bergerak hingga memasuki ruang-ruang hampa, di mana hanya manusia-manusia pilihanlah yang dapat memasukinya. Begitulah cinta, yang membuat manusia lupa akan siapa dirinya.

Hanya karena cinta Abelard lupa kalau dirinya adalah guru katedral, di mana aturan yang berlaku di greja melarang keras bahkan mengharamkan seorang guru katedral menikah apalagi kawin (merre). Abelard lupa akan hal itu sehingga pada suatu ketika Heloise hamil dan harus pergi meninggalkan Abelard karena tidak ingin menggangu konsentrasinya dalam belajar filsafat. Namun Abelard bersikukuh ingin bertanggung jawab akan apa yang telah diperbuatnya, tapi keinginan tersebut sia-sia karena Heloise tidak mau menikah dengan alasan yang sama yaitu tidak ingin mengganggu konsentrasinya dalam belajar filsafat.

Cinta membuat Abelard putus asa dan memilih hidup di dalam biara. Dari dalam biara itu dia menuliskan kisah cintanya dan menghasilkan karya yang luar biasa yaitu “Historia calamitatum” karya yang membuat dirinya terkenal dan dikenang oleh dunia khususnya bagi para pecinta. Bagaimana dengan Heloise, apakah setelah dia melahirkan dia hidup tentram dengan hasil percintaannya denga Abelard? Ternyata tidak, meskipun telah merasakan manisnya cinta, Heloise tetap berduka. Karena cinta bukan untuk dirasakan, didefinisikan dan diartikan, tapi cinta untuk dirinya sendiri. Manusia tidak bisa berbuat apa-apa, hatilah yang bisa menggeggamnya.

Lalau bagaimana dengan cinta di abad ini, apakah cinta memang demikian sakralnya hingga membuat sang pecinta harus mengorbankan segalanya hanya demi cinta, apakah cinta memang tidak bisa diajak kompromi, lalu kenapa kita harus jatuh cinta kalau harus ada luka di antara kita?

Di abad ini, masalah cinta sudah dianggap biasa dan tidak sakral lagi, sebab anak-anak muda sekarang bercinta tak ubahnya hewan di kebun binatang, mereka mengamalkan ajaran “kalau cinta bukan untuk di definisikan tapi untuk dirasakan”. Begitulah kebanyakan anak muda saat ini, tapi tidak dengan Muhammad Ali Fakih, pemuda kelahiran Madura 08 Maret 1988 ini saya kira sebagai Abelard sekaligus Qais di Abad ini. Betapa tidak, kisah cintanya denga seorang gadis keturunan Teonghoa harus membentur tembok yang sangat kuat sekali bahkan saya kira lebih kuat dari tembok Cina. Kenapa demikian? Sebab Muhammad Ali Fakih yang dari namanya saja bisa ditebak kalau dia beragama islam karena di awali dengan Muhammad dan dilanjutkan oleh Ali Sahabatnya, sedangkan kekasihnya bernama Faustina Hanna yang dari namanya juga kita sudah tahu kalau dia beragama Kristen karena sudah diawali dengan kata Faus di awal namanya.

Namun cinta tak mengenal rintangan, begitulah dia sering mengatakan ketika sesekali aku menanyakan tentang kisah cintanya yang kira-kira sudah berjalan tiga tahunan ini. Perbedaan agama serta garis keturunan yang berbeda membuat cinta mereka berdua harus berhadapan dengan badai yang sangat besar, di mana agama Islam sudah sangat jelas melarang ummatnya untuk menikah beda agama begitu juga dengan Kristen. Namun cinta tak mengenal rintangan, telah membuat mereka mabuk, hingga meski berkali-kali mereka jatuh tapi bangun lagi, jatuh bangun lagi. Cinta Fakih dan Hana telah mencapai ketakterbatasan akal anak muda pada biasanya, dia sanggup mendaki puncak tertinggi hanya demi sebuah cinta, ya cinta yang telah di hancurkan oleh anak muda sekarang.

Fakih berjanji, jika sautu saat Hana mendapat karomah, waktu itu juga dia akan pergi ke Jakarta untuk melamarnya, begitu juga dengan Hana jika suatu saat Fakih diberkati Yesus, saat itu pula dia akan menjemputnya ke Yogyakarta untuk melangsungkan pernikahan. Tapi sampai kapan mereka akan menunggu pencerahan dan jalan terang pelaminan, jika agama menjadi tembok pembatas cinta mereka! Sampai cinta tahu kalau agama dan keturunan bukanlah alasan bagi kita untuk tidak saling mencintai. Begitulah Fakih selalu menyebutnya.

Cinta memang selalu membuat manusia menjadi apapun, kadang gila, kadang agamis, kadang romantis, dan yang sering terjadi adalah bisa membuat manusia menjadi puitis hanya gara-gara cinta. Dari Sappho, Abelard, Qais, Kahlil Gibran sampai Muhammad Ali Fakih. Telah berapa ribu puisi cinta lahir dari tangan mereka, semua karena cinta.
__________________
Keterangan: kisah Abelard dan Helois dikutip dari makalah Gadis Arivia yang berjudul: Filsafat, Hasrat, Seks dan Simone de Beauvoir

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati